banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Jumat, 13 Januari 2012

Pondasi utama kesuksesan dengan Kecerdasan Spiritual





Kembali lagi saya bertanya apa tujuan hidupmu ? sering orang menjawab "tujuan hidup yaitu ingin bahagia.."

Mengutip tulisan saya yang lalu :"kalau anda jadikan KEBAHAGIAAN jadi tujuan hidup.hampir pasti ditakdirkan anda GAGAL! Perasaan adalah TIDAK STABIL,ibarat rolercoster yg naik turun.Kebahagiaan mrpkn bagian dari perasaan tidak dapat diandalkan sebagai ukuran SUKSES.upaya mngejar kebahagiaan terus menerus alasan utama begitu banyk orang nelangsa." (saya ambil dari buku John C.Maxwell)

Namun saya tidak berhenti disitu saja.Terus menerus saya mencari apakah tujuan hidup mencari kabahagiaan adalah suatu hal yang salah? Bukankah semua orang ingin hidup bahagia dunia dan akhirat?

Tulisan dari John C.Maxwell mungkin ada benarnya juga, bahwa kebahagiaan adalah bagian dari perasaan, tentunya akan naik turun tidak stabil.

Kebetulan saya suka sekali membaca dan menggali ilmu-ilmu baru yang bermanfaat, dan akhirnya pada tanggal 8 Januari 2012 secara tidak sengaja di toko buku saya melihat Buku ESQ Way Jilid 2, karya Ary Ginanjar. Sudah lama saya tertarik dengan konsep ESQ, hanya belum kesampaian untuk mempelajarinya.



Terjawablah pertanyaan yang terngiang-ngiang selama ini melalui buku ini, namun seperti biasanya setiap ilmu yang saya dapat tidak saya telan mentah-mentah namun ditelaah apakah sudah sesuai Faedah.


“Ketahuilah, didalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah ia adalah hati” (HR. Bukhari –Muslim)


Disebutkan bahwa SQ (Spiritual Quotient/Kecerdasan Spiritual) lah yang mampu memberikan ketenangan tertinggi, bukan IQ ataupun EQ. Ketika manusia pasrah secara spiritual, ketika merasa kemampuannya telah habis, ketika manusia tidak berdaya dihadapan Sang Illahi, justru saat itulah kecerdasan spiritual mengambil peranan penting.
SQ degngan leluasa memberikan ketenangan secara fantastis sehingga fungsi IQ (otak neo cortex) dan EQ (amygdala) kembali stabil dan berfungsi normal.

Ketika kepasrahan itu muncul, alam bawah sadar akan melahirkan kembali potensi spiritual yang terpendam & tertutupi oleh belenggu. Pada saat itulah, kita memasuki frekuensi spiritual, yaitu frekuensi Ilahiah - pikiran bawah sadar- dimana Allah menolong hambaNya yang mensucikan hatinya.

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha, lagi di ridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku,dan masuklah dalam surga-Ku" (QS.Al-Fajr  : 27-30)

Berapa kali disebutkan di dalam Al-Quran tentang Qalbu, yang membuat manusia sebagai hamba-Nya untuk selalu mengikut Qalbu/ Kata Hatinya di dalam berbuat/memutuskan sesuatu. Namun yang jadi suatu pertimbangan adalah, terkadang ada campur aduk antara suara hati,emosi dan persepsi. Yang masing-masing dipengaruhi oleh berbagai keadaan dan kondisi. Mungkin kita merasa apa yang kita lakukan sebagai suara hati, namun sebenarnya itu karena dorongan emosi. Bayangkan jika seluruh aktivitas atau perilaku kita terdorong dan termotivasi hanya karena emosi dan persepsi, bukan karena suara hati, jika ini terjadi tentunya orang akan lebih banyak mengikuti kepentingan dan prsangakanya saja, ketimbang mendengarkan & merasakan suara-suara kebaikan dari dalam hati nurani. Kegagalan mengenali suara hati ini bisa berujung pada "ketidakseimbangan tatasurya jiwa" yang banyak terjadi saat ini pada negeri ini.

"Dan kebanyakan dari mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya prasangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan" (QS.Yunus : 36)

Agar mudah mengenali belenggu-belenggu yang terbentu oleh persepsi/paradigma dan emosi yang mungkin ada dalam diri kita, ada 7 belenggu yaitu :
1.Prasangka Negatif
2.Pengaruh Prinsip Hidup (hal-hal yang diyakini secara pribadi)
3.Pengaruh Pengalaman
4.Pengaruh Kepentingan
5.Pengaruh Sudut Pandang (hanya melihat satu sudut pandang saja)
6.Pengaruh Pembanding (bandingkan diri sendiri dan orang lain)
7.Pengaruh Fanatisme

Lalu bagaimana untuk mengetahui Suara Hati atau membuat keputusan spiritual ?

Yaitu dengan menempatkan posisi diri pada posisi zero / nol. Dan menomorsatukan sifat Allah, dimana kita bertindak mendekati seperti sifat Allah (Asmaul-husna) tersebut. Walau tidak semua sifat Allah seperti Maha Kekal,Maha Mengetahui, dan lainnya yang tidak bisa ditiru oleh kita hamba-Nya, tetapi berusaha mendekatkan pada sifat-sifat Allah tersebut seperti : Keadilan, Cinta, Berhati Luas, Bijaksana, Pengasih, Kejujuran.

Pada prinsipnya simple nya yaitu dimana keputusan Sesuai Suara Hati adalah keputusan dimana sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menghindari apa yang dilarang-Nya. Dengan cara memposisikan diri kita adalah 0, dan menomorsatukan Allah diatas segala-galanya. Jika kita seperti ini maka setiap keputusan yang dibuat akan membuat selalu hati menjadi tenang,damai, dan bahagia di jiwa. Ditambah kercerdasan lainnya IQ (logika bekerja normal) dan EQ (emosi terkendali) akan juga mengikutinya. 

Contoh, apabila motivasi pengambilan keputusan didasarkan pada "keadilan dan kejujuran" maka keputusan tersebut dinamakan keputusan spiritual (suara hati).
Apabila keputusan diambil berdasarkan dorongan emosi, seperti "kemarahan dan kekecewaan", hasilnya menjadi keputusan emosional.
Dan apabila motivasi didasarkan pada persepsi dan paradigma, seperti "prasangka negatif,kepentingan,pengaruh pengalaman" maka keputusan yang dihasilkan adalah keputusan persepsi.

Kembali kepertanyaan tujuan hidup adalah kebahagiaan, akan menjadi jelas disini dimana itu semua bisa tercapai, walau kebahagiaan adalah bagian dari perasaan yang naik - turun namun dengan melandaskan pada prinsip tauhid, menomorsatukan Allah dalam segala bertindak, membuat kita menjadi kecil dan menganggap hidup hanyalah bagian dari senda gurau yang tidak kekal, dimana tujuannya adalah akhirat. 

Penyebab munculnya emosi negatif berupa perasaan takut, marah , kecewa, khawatir dan sedih yang berlebihan, sesungguhnya bersumber dari terlalu menghambanya seseorang pada pusat orbit yang tidak kekal (selain Allah), seperti uang, atasan, anak, orang tua, teman,dsb.

Ketika emosi negatif seperti perasaan takut, kecewa, dan marah yang berlebihan muncul, maka suara hati tidak dapat berfungsi. Ini berakibat pada tidak bekerjanya kecerdasan spiritual. Sebaliknya, ketika kita mengganti prinsip materi kita dengan yang Maha kekal, maka yang terjadi adalah perubahan emosi yang tenang.

Keadaan yang tenang dan stabil ini, akan memberikan peluang bagi suara hati spiritual untuk muncul, seperti sabar, tawakal, istiqamah, terpercaya dan ikhlas.

Kesimpulannya, prinsip Tauhid akan mampu menciptakan kestabilan emosu sehingga mampu mengeluarkan potensi suara hati.

Jelas bahwa kebahagiaan hidup didunia dan akhirat bisa tercapai dengan keceradasan Spiritual yang terjaga..

Semoga bermanfaat.