banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Selasa, 01 Desember 2015

Surga mahal harganya

Surga itu mahal harganya. Kenikmatannya tak tertandingi. Siapa yang mau masuk surga maka –pada dasarnya- harus membelinya dengan sesuatu yang paling berharga yang dimilikinya.

Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga.” (HR. Al-Tirmidzi).

 Manusia yang merugi adalah yang menjual akhiratnya untuk kepentingan dunia yang sementara. Sedikit bersyukur (bukti syukur adalah taat) dan malas untuk menuntut ilmu agama. 

Bagaimana seseorang tau kan kelezatan hidangan makanan jika tidak mencicipinya. Bagaimana seseorang tau perihal halal-haram jika tak tau ilmunya. 

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259

ANATOMI BISNIS ISLAMI



Mengapa bisnis harus sesuai syariah? pertanyaan ini sering muncul di benak pebisnis. Moga dapat mencerahkan kita semua bahwa bisnis tak lepas dari amal keseharian kita dan amal – apapun itu – mesti terikat dengan syariah. Terikat? Yap, karena kita ingin berbisnis penuh ‘berkat’ dan berkah, agar bisnis kita menjadi salah satu jalan kita meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Insya Allah. Seperti apa bisnis syariah itu?
Pertama, Anatomi Bisnis Islami 
Bisnis dengan segala macam aktivitasnya terjadi dalam kehidupan kita setiap hari, sejak bangun pagi hingga tidur kembali.  Betapa komprehensifnya cakupan bisnis. Bila semua cakupan bisnis ini dicoba  diterjemahkan, maka akan muncul pengertian yang komprehensif pula.
Kamus Bahasa Indonesia mengartikan bisnis sebagai “usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, dan bidang usaha”. Skinner (1992)  mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti (1996) bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and services”.
Dari semua definisi yang digali dari fakta bisnis tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi/pelaku  bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk: (1) memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan/atau jasa, (2) mencari profit dengan menjual, menyewakan, mengerjakan sesuatu, mendistribusikan, dan aktivitas sejenis lainnya, dan (3) mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Karenanya setiap organisasi bisnis akan melakukan  fungsi  dan aktivitas yang sama.  “Kalau begitu lalu apanya yang beda?
Bangunan  bisnis Islami bisa dibandingkan dalam sejumlah aspeknya dengan bisnis non Islami. Berikut ikhtisar anatomi bisnis Islami vs bisnis yang tidak Islami (konvensional sekuler) :
  1. Asas: Aqidah Islam (nilai-nilai transendental) vs asas Sekulerisme (nilai-nilai material).
  2. Motivasi: Dunia – akhirat vs Dunia.
  3. Orientasi: Profit dan Benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, dan  Keberkahan vs Orientasi: Profit, Pertumbuhan, dan Keberlangsungan.
  4. Strategi Induk: Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia vs Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka.
  5. Manajemen/Strategi Fungsional Operasi/Proses: Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat.
  6. Manajemen/Strategi Fungsional Keuangan: Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan.
  7. Manajemen/Strategi Fungsional Pemasaran: Pemasaran dalam koridor jaminan halal vs Pemasaran menghalalkan cara.
  8. Manajemen/Strategi Fungsional SDM: SDM profesional dan berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan dan Allah SWT vs SDM profesional, SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan.
  9. Sumberdaya: Halal vs Halal dan haram.
Jika sembilan karakter bangunan bisnis Islami ini diringkas, maka pembedanya dengan bisnis yang tidak Islami adalah pada aspek Keberkahan. Berkah adalah ridlo Allah Swt atas amal bisnis, yaitu ketika bisnis dijalankan  sesuai dengan syariah-Nya. Karenanya, aktivitas bisnis Islami tidak dibatasi kuantitas kepemilikan hartanya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan  hartanya (ada aturan halal dan haram). Nah!
Kedua,  Mengapa Harus Disebut Bisnis Syariah?
Jika disebut kata ‘bisnis’ saja tanpa embel-embel apapun, konotasinya pasti mengarah pada sistem yang diterapkan saat ini, maka pengertiannya akan menjadi ‘bisnis kapitalis’ atau ‘bisnis konvensional’ yang pasti tidak Islami atau jauh dari syariat Islam.
Atas dasar itu, menjadi penting penggunaan istilah ‘bisnis Islami’ atau ‘bisnis syariah’ untuk menegaskan sifat bangunan bisnis yang dilakukan dan memberi efek edukasi pada masyarakat luas bahwa kita memang tengah hidup dalam sistem yang tidak islami.
Ketiga,  Bisakah Bisnis Islami Berjalan Sempurna Dalam Sistem Saat Ini ? 
Bisnis yang sukses umumnya adalah bisnis yang mendapat ‘berkat” (profit, tumbuh dan sinambung), tapi  tidak atau belum tentu berkah. Lalu, kalau pun ada yang ‘berkat’ dan berkah, jumlahnya sedikit dan sulit berkembang optimal, karena terhambat perilaku bisnis sekuler yang menghalalkan segala cara.
Bisnis Islami hanya akan hidup secara ideal dan sistem dan lingkungan yang Islami pula. Sebaliknya bisnis non Islami juga hanya akan hidup secara ideal dalam sistem dan lingkungan yang sekuler/sosialis. Jadi, apa yang mesti kita lakukan? Pengusaha mesti bersatu wujudkan sistem Islam (syariah dan khilafah)?  Atau jangan-jangan kita pragmatis saja seraya terus mencari alternatif lain selain Islam?  Dan kalau ini yang terjadi, apa kata dunia?
oleh Muhammad Karebet Widjajakusuma dalam mediaumat.com

-------

Dapatkan materi seputar bisnis syariah lainnya di fanpage FB Yuk Hijrah Bisnis