banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Sabtu, 31 Agustus 2019

Tahun baru 1441 Hijriah


Tahun Baru Semangat Baru!

.

Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan tahun pertama dihitung dari peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah.

.

Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.

.

Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior. 

.

Mereka kemudian bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah SAW. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul.

.

Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah).

.

Relevansinya di kehidupan sekarang dalam konteks Hijrah sangat banyak sekali. 

.

Mulai dari cakupan individu seputar makanan, minuman, pakaian, akhlak, ibadah. Sampai cakupan muamalah seputar ekonomi, sosial, bernegara (pidana, politik, pemerintahan).

.

Dari hijrahnya seorang muslim dengan kehidupan yang sekuler menuju kepada islam secara kaffah (totalitas).

.

Jika tidak, yang terjadi seakan halusinasi hijrah, seakan-akan tampak namun sejatinya cover belaka.


Minggu, 25 Agustus 2019

Ukhuwah Sejati



Sewajarnya diri tak rela melihat adik nya di pukuli.

.

Sewajarnya diri tak rela melihat kakaknya di hina sepanjang hari.

.

Sewajarnya diri juga tak rela melihat anaknya diperlakukan tak manusiawi.

.

Pun sewajarnya diri tak kan rela melihat orang tuanya di caci maki.

.

Demikianlah sewajarnya hati ini terluka melihat orang yang disayangi tersakiti.

.

Ikut merasakan sakit, sedih dan luka seakan seharmoni.   

.

Demikianlah sejatinya sikap mukmin dengan mukmin yang lain, seperti satu tubuh yang ikut merasakan bila ada yang melukai.

.

Namun kini jangankan ikut merasakan, malah banyak yang menyakiti karena hati yang telah mati.

.

Seakan ikut memukuli, menghina, dan mencaci demi kepuasan ego diri.

.

Tak sadar ketika menyakiti justru melukai diri sendiri. 

.

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

.

Bersama menguatkan sehidup sesurga dalam dekapan ukhuwah sejati.

.

Akankah menyadari ?

Selasa, 20 Agustus 2019

Derajat ujian


Urutan tingkat ujian ini seperti mengurutkan tingkat pendidikan dari profesor, doktor, pascasarjana, sarjana, SMA, SMP, SD, dan TK.
.
Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [HR. Tirmidzi]
.

Bila ingin menjadi orang sholeh tidak bisa didapat dengan bersenang-senang, tetapi melalui perjuangan yang berat. 
.
Bagaimana tidak, syariat mengatur setiap perilaku manusia, baik berupa perintah dan larangan yang demikian banyak. Sampai-sampai disebutkan dalam hadits bahwa dunia penjaranya orang beriman.
.
Juga, menjadi orang sholeh berarti harus siap dengan ujian Allah yang lebih berat dari yang lainnya. 
.

Tak ada pilihan untuk mengelak dari ujian Allah. Seperti halnya anak sekolah yang tak bisa mengelak dari ujian di sekolahnya. 

.
Semua proses yang berjalan harus dilewati. Siapa yang lulus, masuk ke tahap yang lebih tinggi. Siapa yang gagal, akan mengulang di kelas yang sama atau mungkin diturunkan ke kelas yang di bawahnya.
.
Harusnya ketika ujian datang, seorang mukmin bisa bergembira dan mensyukuri hal itu. Dengan adanya ujian berarti ia memasuki fase kenaikan kelas. 
.
Jika ia berhasil melewati dengan penuh kesabaran dan mendapat Ridho-Nya (dijalankan sesuai syariat),  maka ia naik ke kelas berikutnya. 

.

“Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian bala’ dan sesungguhnya siapa yang ridha mendapat ujian, tentu baginya keridhaan Allah, dan siapa yang murka mendapat ujian, tentu baginya murka Allah.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).
.

Minggu, 18 Agustus 2019

Cobaan hidup


Rasulullah ﷺ dan Para Sahabat yang dijamin masuk surga tak terlepas dari berbagai ujian.
.
Apalagi sebagai manusia biasa yang hidup di akhir zaman. Tidak akan bisa lari dari ujian.
.
Ibarat pepatah “mati satu tumbuh seribu”
.
Masalah kan selalu ada, selesai satu berganti ke yang lain.
.
Jangan mencoba lari.
.
Menghindar hanyalah PENUNDAAN ke masalah yang lebih besar.
.
Terima dan hadapi justru itulah yang mempercepat penghapus dosa di masa lalu.

.

Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” [HR. Tirmidzi]



Selasa, 13 Agustus 2019

Pengorbanan



Sunatullahnya barangsiapa bersungguh-sungguh akan menikmati hasilnya.

.

Yang ingin badan kurus bersungguh-sungguh olahraga, mengatur pola makan, menahan godaan makan enak.

.

Yang ingin sukses bisnis/karir bersungguh-sungguh ikhtiar diiringi jalankan syariat muamalah.

.

Yang ingin anak sukses (dunia-akhirat) bersungguh-sungguh belajar dan menjalankan ilmu parenting Islami.

.

Yang ingin keluarga samara bersungguh/sungguh belajar dan menjalankan fikih keluarga.

.

Dan seterusnya.. dan seterusnya..

.

Namun Bersungguh-sungguh membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit.

Dibutuhkan tekad kuat, pikiran positif, konsistensi, kesabaran, ketaatan, keimanan (tauhid), dan keyakinan untuk mencapainya.

.

Terlebih bila tujuan besarnya untuk masuk surga-Nya Allah. Tidak ada ceritanya bersantai-santai tanpa perjuangan dan pengorbanan.

.

Maaf.. untuk ini agak “mahal” “harga” yang harus “dibayar”, hanya untuk yang rela berkorban untuk menggapai keridhoan Allah SWT.

.

"Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga." (HR. Al-Tirmidzi)

.

Minggu, 11 Agustus 2019

Bersikap adil


Seorang guru beri pelajaran hidup kepada muridnya yang suka bicara keburukan orang.

.

Diperlihatkan selembar kertas putih dengan titik hitam di tengah,  lalu ditanya “apakah ini?”

.

Jawaban muridnya yang juga seperti kebanyakan orang, “itu adalah titik hitam”. 

.

“Salah!” Tegas sang Guru, “Ini Selembar kertas putih yang bersih, dengan satu titik kecil saja.”

.

Gurunya melanjutkan, “Sama seperti orang yang banyak berbuat baik, kemudian lakukan kesalahan. Maka sebagian besar fokus pada kesalahannya. Padahal kebaikan yang dilakukan sangatlah banyak. Maka janganlah melihat orang hanya dari keburukannya, tentu banyak juga kebaikan darinya.”

.

Lanjut sang Guru “Setiap orang pasti punya salah. Kita wajib adil memandang kehidupan. Kita saja masih jauh dari sempurna, seandainya Allah SWT buka aib kita tentu terasa sangat hina-lah diri ini”

.

“...janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Al Maa’idah: 8]

.

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar” [QS.an-Nahl:126]

.


Sabtu, 03 Agustus 2019

Kebahagiaan hakiki


Sebagai manusia wajar bila miliki impian hidup. Selama tidak bertentangan syariat boleh saja.

.

Namun pernahkah rasakan saat dapat yang dimau terasa biasa saja ?Tandanya keinginan itu masih berupa kesenangan.

.

Menurut seorang penulis buku, bahwa Kesenangan sifatnya sementara,sesaat, dan tidak ada pemaknaan didalamnya.

.

Seseorang menyangka perburuan kesenangan akan membawa pada kebahagiaan. Padahal tidak.

.

Yang bawa pada kebahagiaan adalah pemaknaan terhadap hidup itu sendiri. Demikian penulis itu sampaikan.

.

Al Quran berikan jawaban bahwa kita akan bahagia (tidak bersedih hati) ketika mengikuti setiap petunjuk (syariat-Nya)


.

Disanalah fitah manusia dari sang Pencipta Allah SWT.

.

Namun kita malah mencari jalan lain, yang malah menjauhkan dari kebahagiaan hakiki.

.

Bahagia  itu ketika Allah SWT ridho ntah dalam keadaan susah ataupun senang.

.


“Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (al-Baqoroh 38) 


- Agung Nugroho Susanto -