banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Minggu, 13 Agustus 2023

Hukum Jalan Santai Berhadiah

Hukum jalan santai berhadiah

Sedang banyak perlombaan diantaranya jalan santai berhadiah. Dimana Para peserta membayar uang pendaftaran, hadiah bagi pemenang berasal dari uang pendaftaran, dan pemenang ditentukan dengan cara diundi.


definisi judi/ al maisir dari kitab kamus Al-Mu’jam Al-Wasith sebagai berikut: Judi adalah setiap-tiap permainan yang mensyaratkan adanya taruhan [harta dari para pesertanya].


Jadi Jalan santai berhadiah tersebut hukumnya haram karena termasuk judi (al maisir, al qimar).


Dimana pertama, ada uang pendaftaran yang dapat dianggap sebagai taruhan dari masing-masing peserta.

Kedua, ada permainan yang digunakan untuk menentukan pihak pemenang, yaitu undian.

Ketiga, ada pihak yang menang dan yang kalah.


Solusi syariah agar kegiatan seperti itu terhindar dari keharaman adalah tidak mengambil uang pendaftaran dari peserta, dan/atau hadiah yang diberikan tidak berasal dari uang pendaftaran peserta melainkan dari pihak ketiga (sponsor dsb).


Tambahan penjelasan :

judi adalah setiap-tiap permainan yang mensyaratkan pihak pemenang mengambil sesuatu (harta) dari pihak yang kalah. (kullu la’ibin yusytarathu fiihi an ya`khudza al ghaalibu minal maghluubi syai`an). (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 281; Imam Al Jurjani, At Ta’rifaat, hlm. 179; M. Ali Ash Shabuni, Tafsir Ayat Al Ahkam, 1/279; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 39/404; Sulaiman Ahmad Al Malham, Al Qimar Haqiiqatuhu wa Ahkamuhu, hlm. 74).

Definis tersebut, disempurnakan dengan definisi judi dari kitab kamus Al-Mu’jam Al-Wasith sebagai berikut: Judi adalah setiap-tiap permainan yang mensyaratkan adanya taruhan [harta dari para pesertanya]. (kullu la’ibin fiihi muraahanatun).” (Prof. Ibrahim Anies dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, hlm. 150).

Dari dua definisi judi tersebut, terdapat 3 (tiga) kriteria pokok untuk aktivitas yang dikategorikan judi;

Pertama, ada taruhan (muraahanah) berupa harta (uang dsb) dari pihak yang berjudi, bisa satu pihak, atau lebih. Yang dimaksud “pihak” bisa jadi orang yang konkret (al syakhsh al haqiiqi), atau suatu alat (mesin judi) yang umum di kasino, atau game (on line) yang dianggap mewakili orang yang konkret.

Kedua, ada permainan (la’ibun) yang fungsinya untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Misalnya dadu (an nard), catur, domino, kartu, dsb. Disamakan dengan permainan, adalah segala macam perlombaan (musabaqah), seperti sepakbola, pacuan kuda, balapan lari, dsb, yang mengandung unsur taruhan (muraahanah) .

Ketiga, adanya pihak yang menang dan yang kalah, yakni pihak yang menang mengambil harta dari pihak yang kalah. (Sulaiman Ahmad Al Malham, Al Qimar Haqiiqatuhu wa Ahkamuhu, hlm. 74-75; Syukri ‘Ali Abdurrahman Al Thawiil, Al Qimar wa Anwaa’uhu fi Dhau` Al Syariah Al Islamiyyah, hlm. 21-22).


(Diambil dari tanya jawab KH Shiddiq Al Jawi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar