banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Senin, 26 September 2011

Sebaik-baiknya manusia dihadapan Allah


Berbahagialah bagi siapapun manusia yang dititipi Allah aneka potensi kelebihan olehNya, dan dikaruniakan pula kemauan dan kesanggupan memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat manusia, dengan mengangkat derajad dan harkat manusia di sekelilingnya.

Derajat kemuliaan seseorang di hadapan Allah bukan karena kekayaannya, kedudukannya, powernya, kepintarannya, ketampanan/kecantikannya atau bahkan popularitasnya, tetapi dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat lebih bagi orang lain (salah satu ciri orang bertaqwa), Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari).

Tafsir dari hadits di atas adalah bahwa seberapa derajat kemuliaan akhlak kita di hadapan Allah, maka ukurlah sejauhmana nilai manfaat diri ini untuk orang lain? Kalau meminjam istilah Cak Nun, bercerminlah pada diri sendiri termasuk apakah kita ini? apakah termasuk manusia wajib, sunnah, mubah, makruh atau manusia haram?

1. Manusia wajib adalah orang yang ahlaqul karimah dimana adanya sangat dirindukan, sangat bermanfaat, bahkan perilakunya membuat hati orang disekitarnya tercuri. Tanda-tandanya diantaranya adalah dia seorang pemalu yang jarang mengganggu orang lain, sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada hanya berbicara.

Tidak suka mencampuri sesuatu yang bukan urusannya, dan sangat nikmat jika berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang. Jauh dari perbuatan melaknat, mengumpat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, ceroboh, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Berwajah cerah, penuh senyum, ramah tamah, jika mencintai, membenci dan marahnya pun karena Allah SWT, karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga kalbu ini.

Kehadirannya pasti penuh manfaat dan kalau tidak ada, siapapun akan merasa kehilangan. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula. ndahnya pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai cahaya matahari yang menyinari kegelapan, menjadikannya tumbuh benih-benih, bermekarannya tunas-tunas, merekahnya bunga-bunga di taman, hingga menggerakkan berputarnya roda kehidupan. 
Subhanallah demikian indah hidupnya.

2. Manusia sunah, keberadaannya bermanfaat, tapi kalaupun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya, kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga kalbu siapapun.

3. Orang yang mubah ada dan tidak ada kehadirannya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, dan tidak juga membawa mudharat.

4. Orang yang makruh, keberadaannya senantiasa membawa mudharat dan kalau dia tidak ada tidak berpengaruh. Artinya, kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Sebagai contoh suasana rumah sangat tenang, tetapi seketika klakson dibunyikan tanda bahwa ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah. Seorang anak yang makruh, kalau pulang sekolah justru masalah pada bermunculan, dan kalau tidak pulang suasana malah menjadi aman tentram. Ibu yang makruh diharapkan anak-anaknya untuk segera pergi arisan daripada ada di rumah. Sedangkan karyawan yang makruh, kehadirannya di tempat kerja hanya melakukan hal yang sia-sia daripada bersungguh-sungguh menunaikan tugas kerja.

5. Yang terakhir manusia haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke suatu tempat pasti ada yang hilang atau pada ribut, jika dia tidak ada orang malah mensyukurinya, typical trouble maker.

Orang yang mulia tercermin dari cahaya pribadi yang mampu menyemangati dan menerangi siapapun, bukan hanya diri kita, tetapi juga orang lain dalam berbuat kebaikan penuh dengan limpahan energi karunia Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah energi-Nya, subhanallah.

diambil dari http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090623033724AAKWwgc 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar