banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Senin, 25 April 2016

Mustahil Menyenangkan Semua Orang



Oleh: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA


Surga, adalah cita-cita setiap insan.  Namun tentu jalan menuju ke sana membutuhkan perjuangan berat. Di  antaranya adalah dengan berusaha mengikhlaskan karena Allah ta’ala segala aktivitas yang kita kerjakan.

Sebagaimana perintah-Nya,
“قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”

Artinya: “Katakanlah sesungguhnya shalatku, sembelihanku, kehidupanku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam”. QS. Al-An’am (6): 162.


Namun sadarkah kita, seringkali kita  berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu hanya karena omongan orang?  Padahal bisa jadi sesuatu yang kita perbuat itu jelek dan sesuatu yang  kita tinggalkan itu baik.

Ada orang tidak ke masjid, karena khawatir diomongin tetangga sok alim. 


Ada muslimah tidak pakai jilbab menutup aurat, karena ndak enak diomongin sok suci. 


Semua itu hanya karena takut omongan orang atau tidak enak dengan komentar orang.


Ketahuilah bahwa omongan orang itu tidak ada habisnya dan keridhaan mereka adalah sesuatu yang mustahil untuk diraih.  Sebab apa yang disukai si A belum tentu disukai si B. Begitu pula  sebaliknya. Lebih baik kita mencari ridha Allah yang sudah jelas pasti  mungkin dicapai.


Saat Anda menjadi baik, orang yang jahat  tidak akan suka. Sebaliknya ketika Anda menjadi jahat, orang yang baik  juga tidak akan suka. Mendingan Anda menjadi orang baik.


Satu hal penting yang harus kita ingat,  bahwa saat kita meninggalkan kebaikan atau melakukan keburukan;  dikarenakan omongan orang, ingat bahwa orang tersebut tidak akan membantu kita kelak di akhirat!  Dia tidak akan menolong kita saat masuk neraka. Juga tidak akan  membantu kita untuk masuk surga. Jadi untuk apa omongan dia kita  pertimbangkan?!


Masih segar dalam ingatan kita kisah Abu Thalib; pamanda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang  enggan masuk Islam. 

Tahukah Anda apa yang melatarbelakangi keputusan  fatal tersebut? Tidak lain karena kekhawatiran beliau terhadap omongan  kaumnya! 


Dia bersyair,
وَلقَدْ عَلِمْتُ بِأَنَّ دِينَ مُحَمَّدٍ … مِنْ خَيرِ أَدْياَنِ البَرِيَّـةِ دِيناً
 لَوْ لَا المَلاَمَةَ أَوْ حَذَارَ مَسَبَّةٍ … لَوَجَدْتَنِي سَمْحًا بِذَاكَ مُبِيناً
 

“Sungguh, aku yakin bahwa agama Muhammad adalah agama terbaik di muka bumi ini. Andaikan bukan karena celaan dan khawatir adanya ejekan, engkau akan mengetahui diriku menerima secara terang-terangan”.


Imam Syafi’i berpetuah, “Barang siapa  mengira ia bakal selamat dari omongan orang, sungguh ia adalah orang  yang tidak waras. Sebab Allah saja tidak selamat dari omongan orang. Ada  yang mengatai-Nya tiga. Begitu pula Muhammad tidak selamat dari omongan  orang. Ada yang mengatai beliau tukang sihir dan orang gila”.


Jadi, anggaplah omongan orang itu  bagaikan bongkahan-bongkahan batu besar. Engkau akan rugi bila  bongkahan-bongkahan itu engkau letakkan di atas pundakmu. Sebab lama  kelamaan pundakmu akan ambruk. Sebaliknya engkau akan beruntung, saat  kau tumpuk bongkahan-bongkahan itu di bawah telapak kakimu. Karena  engkau akan semakin tinggi berpijak di atasnya.



@  Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 16 J. Tsaniyah 1437 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar