banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Senin, 17 Agustus 2020

Inilah Halal Haram Bisnis Franchise

 




waralaba adalah perikatan, dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI), atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.

Dalam sistem waralaba, ada dua pihak yang melakukan akad, yaitu: Franchisor dan Franchisee. Masing-masing bisa dijelaskan, sebagai berikut:

§  Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan, dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual (HAKI),  penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.

§  Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.[1]


Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah orang yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS.


Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya

Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain  ALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia).


Dimana Simply Fresh Laundry telah terdaftar di kedua Asosiasi Tersebut.


Hukum Syara' Seputar Waralaba


Pertama-tama harus dijelaskan, bahwa HAKI sebagaimana yang berkembang saat ini memang tidak ada di dalam Islam. Ini tidak berarti, bahwa Islam tidak menghargai karya intelektual. Justru sebaliknya, Islam sangat menghargai karya intelektual. Sebab, jika tidak, bagaimana mungkin karya intelektual ulama' Islam begitu luar biasa, baik kualitas maupun kuantitasnya, yang bahkan tidak bisa ditandingi oleh peradaban manapun.

Hanya saja, karya intelektual setelah dipublikasikan kepada publik pada dasarnya bisa digunakan oleh siapapun. Meski tidak berarti diperbolehkan untuk mencatut dan menipu atas nama pemiliknya. Karena ini tetap saja dianggap sebagai penipuan, yang diharamkan di dalam Islam.


merk dagang atau nama perusahaan sebagai produk karya intelektual, pada dasarnya merupakan jasa yang bernilai finansial, dan bisa diperjualbelikan. Alasannya, merk dagang adalah nama dan bentuk yang bisa membedakan barang tertentu dengan barang lain.

 

Pada saat ini, inilah fakta yang disebut dengan merk dagang.  Merk dagang ini dijual untuk bisa dimanfaatkan oleh pembelinya. Merk dagang ini secara real menghasilkan manfaat. Manfaat itu sendiri merupakan harta.


Dalilnya adalah sabda Rasul saw kepada orang yang meminta dinikahkan dengan seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi saw:

اِذْهَبْ فَقَدْ أَنْكَحْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ

"Pergilah, aku telah menikahkan kamu dengannya dengan (mahar) hafalanmu dari al-Quran.”

Rasulullah saw telah menetapkan manfaat mengajarkan al-Quran sebagai harta.  Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan:


Seandainya manfaat ini bukan merupakan harta, niscaya


manfaat tersebut tidak sah digunakan untuk tujuan ini (menjadi mahar).”


Manfaat merupakan harta juga ditegaskan oleh riwayat al-Bukhari, bahwa Rasulullah saw bersabda:

أَحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ

“Yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah mengajarkan kitabullah.”


Rasulullah saw telah menetapkan manfaat mengajarkan al-Quran dengan kompensasi finansial. Ini menunjukkan adanya karakteristik harta dari manfaat tersebut.


Dengan demikian, merk dagang merupakan jasa/manfaat yang dihasilkan oleh karya intelektual, dan mempunyai nilai finansial telah dinyatakan dengan jelas dalam syariah. Akad terhadap jasa/manfaat yang dihasilkan juga merupakan akad yang sah, sebagai salah satu obyek akad, selain benda ('ain).


Hanya saja yang harus diperhatikan, untuk menjual merk dagang, franchisor harus menyediakan apa saja informasi dan keahlian yang diperlukan oleh franchisee, agar barang yang diproduksi franchisee kualifikasinya sama dengan barang yang diproduksi oleh franchisor.


Karena itu, jual-beli franchising hukumnya mubah (boleh) dari aspek jual-beli merk dagangnya (ini khusus untuk pembahasan waralaba lokal, untuk waralaba asing ada hukum pembahasan tersendiri)


KEHARAMAN AKAD WARALABA

Dalam Perjanjian kerjasama waralaba sering di temui yang namanya Royalti Fee.


Yaitu sejumlah pembayaran yang diterima franchisor dinyatakan dalam persentase dari omset pendapatan outlet milik franchisee setiap bulan.


Sistem royalti seperti ini tidak sah secara syar’i. Sebab bertentangan dengan cara bagi hasil dalam hukum syirkah Islami, adanya gharar (ketidak-jelasan) pada suatu akad menjadikannya terlarang dalam syariat. 

Akad merupakan unsur PENTING adalam muamalah, karena bila akadnya salah maka uang yang dihasilkan juga jatuh dalam keharaman.

SOLUSI AKAD WARALABA SESUAI SYARIAT

1.Menggunakan akad Syirkah : Pemilik brand (Franchisor) tidak menyewakan brand-nya, tapi menjadikan brand sebagai bagian dari keterlibatan modal. Atau Brand tetap disewakan, kemudian berakad syirkah sebagai pengelolaan usaha. Dari akad ini, Franchisor berhak mendapatkan bagi hasil persentase dari laba bersih syirkah (harta lebihnya dari modal awal), bukan persentase dari omset.

2.A.) Akad ijarah (sewa) : Franchisor menyewakan Brand termasuk di dalamnya sistem, SOP maka Franchisee berhak menggunakan itu semua selama rentang waktu sesuai kesepakatan.

B.) Akad Jualah (sayembara) / Akad Ijarah : Bagi franchisor yang aktif membantu franchisee melakukan kegiatan maintenance rutin, kunjungan, marketing, selling dan branding (kegiatan diluar point A diatas) dapat juga mendapatkan upah bila tercapai suatu omset tertentu yang diberikan oleh franchisee. Atau upah fix setiap bulan jika menggunakan akad Ijarah.


Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar