banyak memberi banyak menerima

banyak memberi banyak menerima

Rabu, 19 April 2023

Bolehkah menerima hadiah dari pelaku riba ?

Bolehkah menerima hadiah / sajian makanan dari pelaku riba ?


harta yang berasal dari muamalah yang haram. Misal harta suap, gratifikasi, harta riba, atau gaji dari pekerjaan ribawi (misal pegawai bank). Hukumnya boleh bermuamalah dengan pemilik harta ini, seperti menerima pemberian hartanya, atau memakan makanan yang diberikan. Tetapi, sebaiknya kita tidak bermuamalah dengan pemilik harta ini.

Dalil as sunnah yaitu Nabi SAW menerima pembayaran jizyah dari orang Yahudi, padahal sudah diketahui harta orang Yahudi adalah harta riba;


Dalil Al Quran firman Allah subhanahu wa ta'ala (artinya): “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS Al An’aam [6] : 164).

Dalil As Sunnah, di antaranya :

(1) Nabi  menerima pembayaran jizyah dari orang Yahudi, padahal sudah diketahui harta orang Yahudi adalah harta riba;

(2) Nabi  menerima pemberian daging beracun dari seorang perempuan Yahudi di Khaibar, padahal perempuan itu juga berasal dari kalangan Yahudi yang bermuamalah riba;

(3) Nabi  pernah membeli bahan makanan dari orang Yahudi dengan agunan baju besinya, padahal penjualnya adalah orang Yahudi yang bermuamalah riba;

(4) Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu pernah ditanya mengenai orang yang bertetangga dengan pemakan riba, dan pemakan riba itu mengundang orang tersebut untuk makan-makan, apakah itu boleh? Maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu menjawab,“Penuhi saja undangan itu, karena makanan itu adalah bagimu sedang dosanya adalah tanggungan dia.” (Arab : ajiibuuhu fa-innamal mahnau lakum wal wizru ‘alaihi). (Ibnu Rajab Al Hanbali, Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam, hlm. 71).


Berdasarkan ini, boleh hukumnya kita memakan sajian saudara yang bekerja di bank.

Namun sebaiknya kita tidak memakannya, karena Islam itu mengajarkan ihtiyath (berhati-hati) dan bersikap wara, yaitu menjauhkan dari hal-hal yang syubhat atau yang dikhawatirkan ada unsur keharaman, sebagaimana sabda Nabi  “Seorang hamba Allah tidak akan mencapai derajat orang yang bertaqwa hingga dia meninggalkan apa-apa yang tidak ada dosanya lantaran khawatir di situ ada dosanya.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim).


(Diambil dari materi guru kami KH.Shiddiq Al Jawi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar